Terima kasih NTT!

Hanya dalam kurun waktu seminggu, NTT telah meninggalkan banyak cerita yang indah dan kesan mendalam di hati beta. Perjalanan yang diawali dari Kupang telah melebarkan sayapnya hingga Timor Leste. Kota-kota besar di Pulau Timor yaitu Soe, Nikiniki, Kefa, dan Atambua yang menjadi saksi bisu dari perjalanan ini. Petualangan ke Pulau Alor turut melengkapi perjalanan nekat ini.

Banyak sekali kebaikan Tuhan yang dapat disyukuri sepanjang perjalanan ini. Terutama untuk kawan-kawan yang dijumpai dalam perjalanan, mulai dari kawan-kawan Sion Kupang, polisi-polisi ramah di perbatasan Timor Leste (khususnya Pak Redemborder dan Pak Wellye), sibolang Wantho-Yantho dan Kak Mei di Alor, Ibu Molina di GBI Jemaat Kalabahi, dan masih banyak lainnya yang telah membantu, melengkapi, dan mewarnai perjalanan kami dengan sukacita.

Kesegaran kelapa muda dan kecantikan pantai di Deere, pengalaman menghadapi badai di pulau Kepa, belanja ikan cakalang di pasar Oeba, bertahan di feri ke Kalabahi,Alor selama 18 jam, naik pesawat perintis TransNusa, menyeberang ke Timor Leste, dan kuliner bakso sebagai pelengkap menjadi bumbu lezat dari perjalanan ini.

Beta ucapkan terima kasih kawan-kawan semua! NTT akan hidup di hati beta dan kalau ada kesempatan pasti beta akan datang kembali. Salom!

P1040798

P1040429

P1040612

DSC_0268

DSC_0267

Badai di Kepa

Alor, selain terkenal dengan kenarinya, juga banyak dikunjungi oleh orang-orang yang ingin menyelam (diving). Terdapat beberapa lokasi strategis, kebanyakan terletak di antara Pulau Pantar dan Pulau Alor. Di antara kedua pulau besar tersebut terdapat beberapa pulau kecil yaitu : Pulau Buaya, Pulau Ternate, Pulau Pura, dan Pulau Kepa.

Hari itu 10 Januari 2012 hujan rintik-rintik, kami berempat menyeberang untuk melihat lokasi penginapan para penyelam itu. Pulau Kepa dapat ditempuh dengan perahu motol kecil dari Alor Kecil dalam waktu hanya sekitar 10 menit. Ternyata saat tersebut, Pulau Kepa sedang kosong. Dan di Pulau Kepa saat itu hanya ada tiga orang penjaga asli Alor yang dititipkan. Sementara paman yang barusan mengantar kami memutar untuk mengantarkan seorang Ibu yang juga menumpang, kami mengelilingi sekitaran pantainya. Pantai di sisi yang berhadapan dengan Alor Kecil masih banyak berbatu karang sehingga tidak dapat dipakai berenang. Pantai itu berpasir putih, sangat indah, sekalipun menurut kami keindahan Pantai Deere di Pulau Alor belum ada yang dapat menandingi.

DSC_0230

Belum lama kami bermain di pantai, tiba-tiba langit mencurahkan hujan dengan lebat disertai tiupan angin pantai yang kencang, langsung menuju ke arah kami. Untungnya, ada gubuk yang ternyata biasanya dipakai tempat makan di diving resort tersebut dengan mendaki sedikit. Saat itu merupakan pengalaman menegangkan bagi kami untuk menyadari keganasan alam melalui badai yang terjadi.

Penjaga pulau Kepa yang baru mengantar kami pun ternyata ada di gubuk tersebut dan dia bercerita bahwa pemilik diving resort tersebut sedang kembali ke Prancis. Selain itu, di saat musim penghujan seperti saat itu tidak tepat untuk melakukan diving, karenanya diving resort tersebut hanya dibuka dari bulan Maret sampai dengan November. Dari pembicaraan itu pula, kami mengetahui bahwa orang Prancis tersebut telah 15 tahun berada di Alor dan fasih berbicara bahasa Indonesia dan Alor selain Inggris dan Prancis, padahal istrinya pun orang Prancis. Luar biasa benar!

DSC_0237

Akhirnya, kami segera memanfaatkan kesempatan untuk kembali ke Pulau Alor ketika hujan lebat mulai mereda. Sekalipun kami hanya berfoto-foto saja, kami sudah merasa sangat puas dan mengucap syukur. Badai di Kepa telah menempa hidup kami untuk lebih tangguh lagi.

DSC_0261

Foto di atas adalah peta antara Pulau Alor dan Pulau Pantar, Pulau Kepa berada di antaranya.

Whanto dan Yanto

Nama mereka berdua memang mirip sekalipun sebenarnya mereka bukan saudara kandung. Uniknya, kedua pemuda ini menyebut dirinya sibolang (si bocah petualang), karena mereka selalu berpetualang berdua kesana kemari sejak masa duduk di bangku SMP.

DSC_0079

Perjumpaan kami dengan mereka dapat dikatakan kebetulan, jika tidak dapat dikatakan mujizat. Di hari Minggu itu kami baru saja menjejakkan kaki di tanah Alor, kami menyadari bahwa bemo tidak beroperasi hari ini. Sementara harga ojek lumayan mahal. Setelah mendapatkan petunjuk dari beberapa orang yang kami temui, kami diarahkan untuk ke depot pertamina di kota Kalabahi ini. Petugas yang kami tanyai tak dapat berbuat banyak, namun untunglah ada kak Mei, seorang petugas pertamina juga asal Rote yang baru selesai ibadah di gereja dekat situ. Dong (dia) sangat baik dan berparas manis. Kami dikenalkan dengan dua orang sepupunya, Yanto dan Wantho.

Kedua bolang ini bekerja di Alor sebagai petugas simatupang (siang malam tunggu panggilan) dari Telkomsel. Mereka bertugas memastikan BTS (base transfer station) yang ada di Alor berfungsi dengan baik. Untungnya jumlah BTS di Alor belum terlalu banyak, baru berjumlah 18 saja sehingga dalam sebulan panggilan masih dalam hitungan jari. Sebetulnya dong berdua pun dapat dikatakan pendatang di Alor, karena mereka lama tinggal di Kupang untuk tujuan belajar dan juga bekerja.

DSC_0176

Sejak pertama kali berjumpa, dong sudah menunjukkan keramahan yang luar biasa. Dari yang awalnya kami mengharapkan bemo atau motor sewaan, akhirnya petualangan kami di Alor bertambah anggota menjadi empat orang. Bermain ke pantai, makan kepala muda, berkelana di motor, mengunjungi pulau kecil, makan, bincang-bincang bersama. Sungguh melegakan bertemu dengan kawan-kawan sebaya yang mengasyikkan seperti mereka.

Beta berharap semoga perjumpaan kali ini adalah perjumpaan pertama dan akan ada perjumpaan-perjumpaan selanjutnya bertualang di Nusantara. Sibolang, sipp!

DSC_0196

18 Jam Menuju Alor

Perjalanan menuju Alor dari Kupang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu lewat jalur laut dan udara. Dari pelabuhan Bolok di Kupang, feri berangkat seminggu sekali setiap hari Sabtu menuju Kalabahi,Alor. Harga tiket berkisar dari 78 ribu rupiah untuk kelas ekonomi sampai 140 ribu rupiah untuk kelas VIP. Sementara harga perjalanan udara dengan pesawat perintis berkisar antara 350-500 ribu rupiah, namun tersedia hampir setiap hari. Selain harga, waktu tempuhnya juga jauh berbeda, perjalanan laut menghabiskan 18 jam sementara dengan udara hanya 1 jam.

P1040510

P1040506

Dengan alasan ingin berhemat, akhirnya kami memutuskan naik feri dari pelabuhan Bolok. Selain pelabuhan Bolok, terdapat juga pelabuhan Tenau di Kupang. Namun feri yang akan kami tumpangi berangkat dari pelabuhan Bolok. Kami sampai di pelabuhan Bolok sekitar pukul 10 dengan naik bemo. Awalnya kami pikir bisa dengan harga bemo biasa 2000 rupiah per orang, ternyata kami diminta 40000 rupiah karena dianggap memborong bemo. Kejadian tersebut sempat membuat kami dongkol karena merasa diperdaya. Namun, dibandingkan pengalaman yang kelak kami alami kejadian ini tidak lagi mengusik kami. Setelah sampai di pelabuhan, Kami langsung membeli tiket kelas ekonomi untuk keberangkatan pukul 12.

P1040514

Kami berbekalkan roti, biskuit, dan popmie untuk perjalanan 18 jam ini, karena kami pikir harga nasi sangat mahal di pelabuhan. Memang, harga makanan yang dijual di dalam feri sangat mahal, namun di pelabuhan masih dapat ditoleransi. Bayangkan, di feri air panas untuk popmie dijual seharga dua ribu rupiah dan popmienya sepuluh ribu rupiah. Untungnya kami diberikan makan malam berupa nasi telur dengan mie. Namun, persiapkanlah perbekalan terbaik sebelum feri memulai perjalanannya.

DSC_0011

Feri yang kami naiki ternyata kecil saja, tidak banyak ruang untuk bergerak apalagi terisi penuh dengan penumpang, pedagang, dan barang dagangannya belum termasuk barang-barang pindahan yang disimpan di lantai bawah feri. Selama beberapa jam awal perjalanan, kami dapat duduk tenang di kursi yang disediakan untuk penumpang kelas ekonomi. Rasa pegal dan bosan mulai terasa ketika setelahnya, apalagi kami kehabisan kasur sewaan seharga 15000 rupiah. Untungnya benak ini dipenuhi dengan berbagai ide tulisan dan juga adanya teman berbincang yang paham banyak hal. Akhirnya karena sudah lelah dan mengantuk, beta tidur beralaskan jaket di bawah kursi-kursi feri.

DSC_0005DSC_0015DSC_0019

Di atas adalah foto yang diambil di atas feri dari siang menuju malam hari. Syukurnya, hari itu alam cukup bersahabat, tidak hujan sehingga tidak ada gelombang yang terlalu besar, padahal menurut penduduk setempat, Alor diterpa hujan sejak awal tahun baru 2012 dan hanya sempat tidak hujan di hari kedatangan kami itu. Setelah Pulau Pura dan Pulau Buaya terlihat dari feri sekitar pukul 5 pagi, kami tahu bahwa feri akan segera mendarat. Benar saja, pukul 07.30 kami sampai di pelabuhan Kalabahi. Kisah selanjutnya di Alor ini berlanjut di catatan-catatan selanjutnya setelah kami mendapatkan penginapan terlebih dahulu.

DSC_0044

Keramahan Polisi NTT

Tidak semua polisi beringas ataupun bersikap tak ramah. Contohnya keramahan polisi di NTT khususnya yang kami jumpai di perbatasan Indonesia dan Timor Leste di Mota’ain, Atambua. Beta akan kisahkan ceritanya dibawah ini.

Setelah malam sebelumnya kami beristirahat di Hotel Liurai, Atambua, kami naik bemo pagi jam 8 ke perbatasan Timor Leste. Perjalanan ini ditempuh hanya dalam waktu sekitar 1 jam. Jarak yang ditempuh sebenarnya tidaklah terlalu jauh, namun medan perjalanan cukup menantang, terjal dan berbatu-batu.P1040384

P1040390

Setelah turun dari bemo, tempat pertama yang kami lihat adalah pos polisi. Ada sekitar 5 orang berjaga di pos depan. Kami sampaikan tujuan kedatangan kami untuk foto-foto saja di perbatasan. Awalnya mereka heran juga, 2 anak muda, bukan dari instansi mana-mana, dan datang hanya untuk berfoto. Namun, kami ditunjukkan juga arah menuju ke pos perbatasan untuk melapor kembali. Kami hanya perlu melapor singkat tujuan kedatangan kami dan kami dapat berfoto di perbatasan hanya tidak boleh melewati garis kuning yang merupakan batas kedua negara.

P1040414P1040409

Sayangnya, di balik garis kuning itu sebetulnya masih banyak yang dapat dilihat, namun kami tak berani melanggar, siapa tahu tembak langsung di tempat. Misi hidup belum selesai bos! Setelah berfoto sekitar 15 menit, kami sudah kembali ke pos depan dan harus menunggu bemo selanjutnya sekitar pukul 12 siang untuk kembali ke Atambua, padahal saat itu baru pukul 09.30. Untungnya polisi di sana tahu bahwa kami belum puas berfoto dan bemo yang kami tunggu pun masih lama tiba, akhirnya kami diajak untuk masuk melewati perbatasan dengan penjagaan polisi, yang malah menjadi sangat menyenangkan karena pak polisi mengantar dengan motor bahkan bersedia mengambilkan foto untuk kami.

P1040430

Setelahnya kami masih sempat berbincang bersama sambil menunggu bemo, dan dari situ juga beta tahu bahwa Pak SBY pernah ditempatkan di pos penjagaan yang sama ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari NKRI.

Kisah ini saya tutup dengan kesimpulan bahwa Polisi di NTT, yang (maaf kata) bertampang agak sangar, ternyata baik sekali. Mendengar komentar saya, ada pak polisi yang menimpali bahwa kalau ada pendatang datang dengan ramah pasti ditolong, sebaliknya kalau datang dengan tampang masam atau bertindak laku aneh-aneh habislah sudah pendatang itu.

Semoga Pak Polisi di perbatasan tersenyum membaca catatan ini. Terima kasih Pak, selamat bertugas!

P1040445

Berkelana ke Atambua

Atambua adalah kota perbatasan dengan Timor Leste dan berjarak sekitar 300 km dari Kupang. Transportasi umum di jalur darat tersedia bis dan travel. Tiket bus Kupang—Atambua berharga 50000 rupiah dan dengan travel sekitar 110000 rupiah. Sebetulnya perjalanan dengan travel akan lebih cepat, yaitu sekitar 5 jam jika dibandingkan dengan bis yang membutuhkan sekitar 8 jam diselingi oleh ngetem di berbagai tempat dari Kupang ke Atambua. Namun, karena tiket travel sudah habis dipesan, kami pun memilih bis antarkota saja.

P1040329

Ternyata perjalanan dengan bis tidaklah terlalu buruk, tempat duduknya cukup nyaman dan juga bis tidak menarik penumpang sampai melebihi kapasitas bis. Hanya, seringkali penumpang membawa berbagai barang bawaan dari kardus-kardus hingga motor yang diikat di belakang atau di atas bis. Perjalanan dari Kupang menuju Atambua melewati beberapa kota besar yaitu Soe, Niki-Niki, Kefa, dan baru sampai di Atambua. Bis akhirnya sampai di pasar baru kota Atambua sekitar pukul 4 sore waktu setempat tepat 8 jam dari awal perjalanan. Dari sana kami naik bemo ke lapangan Simpang Lima karena dari informasi yang kami dapatkan di sekitar sana terdapat beberapa penginapan.

P1040344

Tidak terlalu sulit bagi kami untuk mendapatkan penginapan, kami menginap di hotel pertama yang kami jumpai bernama Hotel Liurai. Hotel ini tampaknya sudah berdiri cukup lama, namun harga yang ditawarkan cukup bersahabat bagi pelancong dengan budget terbatas. Untuk kamar 2 orang dapat diperoleh dengan harga 70000 ribu (+PPN 10%) per malam. Cukup murah bukan?

P1040334

Dari sana kami mencoba menjelajah kota Atambua yang ternyata tak terlalu besar dan uniknya banyak nama jalan yang dapat ditemui di Jawa juga bahkan dengan penempatan yang mirip. Seperti jalan Jenderal Soedirman, Jenderal Gatot Subroto, Pattimura, dsb.

 P1040352

Pertokoan juga cukup banyak terdapat di Atambua. Toko-toko itu menjual berbagai jenis barang, namun umumnya berjenis toko serba ada dan makanan. Namun, tentunya ada juga apotik, toko buku, toko pakaian, dsb tapi jumlahnya hanya satu-dua. Kami mengunjungi satu toko buku di Atambua dan menemukan buka berisikan doa dalam bahasa asli daerah ini, yaitu bahasa Tetun. Konon katanya, bahasa Tetun ini masih digunakan dari Atambua sampai Timur Leste.

Hal yang menarik adalah kebanyakan dari pedagang di Atambua ternyata merupakan pendatang dari tanah Jawa ini, dari Solo, Surabaya. Dan mereka tampaknya berhasil di Atambua ini, terlihat dari rumah toko yang mereka gunakan besar-besar dan bertingkat. Orang Cina dan orang Jawa kembali menunjukkan ketangguhannya dalam mengeksplorasi tanah Indonesia ini.

P1040355

Kota Atambua cukup menyenangkan, belum semaju Kupang apalagi kota-kota besar lainnya namun jauh lebih maju dari kota besar lainnya di Pulau Timor seperti Soe dan Kefa. Mungkin karena letaknya yang dekat dengan perbatasan?

Sekapur Sirih

Beta sering mendengar tentang sirih yang sering dikunyah oleh ibu-ibu dan dapat menjadikan gigi berwarna merah. Sayangnya beta belum pernah melihat langsung seperti apa dan bagaimana cara kerja sirih ini.

Kebetulan saat itu beta sedang menunggu bemo yang berangkat dari Atambua, tepatnya dari pasar baru, menuju perbatasan dengan Timor Leste, terminal Mota’ain. Karena muatan bemo belumlah penuh, maka beta sempat berbincang dengan seorang wanita paruh baya yang menjajakan sirih, pinang, dan tembakau di tepi jalan. Wanita yang ternyata berasal dari Timor Leste ini lantas bercerita mengenai cara mengunyah sirih. Caranya sirih dicampurkan dengan kapur dan dikunyah bersama dengan pinang.

Ibu ini menjelaskan dengan detil bahkan sengaja menyusun dagangannya untuk dapat difoto oleh beta. Akhirnya, beta pun membeli sirih yang dijual ibu itu seharga seribu rupiah saja. Ternyata diberikan cukup banyak, lumayan untuk bereksperimen.

Hal yang menarik dari tradisi menguyah sirih ini rupanya terkait dengan upaya seorang pria mendapatkan wanita. Tradisi dari Minang ini yaitu calon pria mendekati calon ibu mertuanya dengan menguyah sirih bersamaan. Katanya, jika mertuanya berhasil dimenangkan, maka anaknya yang kita incar otomatis dapat jadi dengan kita. Tradisi tidaklah harus dipercayai, namun tidak ada salahnya belaku baik pada calon mertua bukan?

Inilah kisah sekapur sirih. Sirih, pinang , dan juga sejumput kapur dari Atambua, Nusa Tenggara Timur.

P1040369

Bemo NTT

Bemo merupakan transportasi umum dalam kota yang lebih dikenal dengan istilah angkot di daerah Jawa. Tidak ada yang berbeda dari tampilan fisiknya, namun begitu Anda mencoba naik bemo di NTT, misalnya di Kupang dengan segera Anda akan merasakan perbedaannya. Bemo-bemo di NTT selalu diiringin dengan alunan lagu yang sangat keras. Hampir tidak ada bemo tanpa dentuman bas lagu yang diputar, entahkah itu lagu daerah, rap, romantisa, dsb. Beberapa bemo bahkan menambahkan lampu kelap-kelip layaknya lampu disko di malam hari.Dugaan beta, budaya ini tidak lepas dari pengaruh orang Barat yang pernah menginjakkan kakinya di tanah NTT ini, yaitu pesta, disko, dan minuman keras. Namun bisa juga musik diputar keras-keras untuk menjauhkan rasa bosan dan mengantuk dari pengemudi.

Hal unik lainnya yang beta amati adalah kebiasaan supir-supir bemo yang gemar menempelkan boneka-boneka di jendela muka bemonya. Bahkan ada yang ekstrim hingga menutupi setengah bagian kaca. Kebanyakan boneka-bonekanya juga berbentuk lucu atau imut, sekalipun orang timor memiliki raut wajah keras ternyata hatinya lembut. Mungkin bisnis boneka ini dapat juga dijadikan peluang bisnis kawan!

P1040447

Bemo di NTT juga selalu dilengkapi dengan konjak. Berbeda dengan angkot-angkot di Jawa yang hanya dioperasikan oleh seorang supir. Para konjak ini juga rata-rata sangat bersemangat melakukan tugasnya. Terlihat dari bagaimana mereka berupaya mendorong kami untuk menggunakan jasanya. (PS : dibawah ini konjak gadungan)

P1040448

Hal yang patut dipuji dari bemo di NTT ini adalah tarifnya murah, baik jauh dekat sama-sama dikenai harga 1000 rupiah. Namun, hati-hati juga karena bemo tidak tersedia 24 jam. Bahkan bemo terakhir beroperasi sekitar jam 8 saja. Karenanya jika tersedia transportasi pribadi seperti motor, maka daya jelajah kita tentulah jauh meningkat. Untuk perjalanan ke luar kota ada bis antar kota dengan tarif sesuai jauhnya perjalanan.

P1040329

Keliling Kota Kupang

Kota Kupang dikenal dengan cuacanya yang panas, namun di saat musim penghujan ketika beta sampai di Kupang cuaca terasa sejuk seperti di Bandung. Bahkan hujan sering turun, membuat cucian sulit kering. Di Kota Kupang ini, banyak wilayah yang diawali dengan “Oe” seperti Oesapa, Oeba, OeBufu, Oepura, OeBobo, dsb yang dikarenakan adanya sungai sebagai batas alam. Hal ini mirip sekali dengan awalan “Ci” di Jawa Barat seperti Cihideung, Cibadak, Ciateul, dsb.

Kota Kupang termasuk kota yang maju, sekalipun masih jauh jika dibandingkan dengan ibukota di Pulau Jawa. Internet yang telah menjadi kebutuhan sebagian besar manusia saat ini pun masih menjadi sesuatu yang mahal didapat di Kupang ini. Provider SimCard yang sinyalnya cukup baik hanya Telkomsel, Indosat, dan XL. Sementara penyedia layanan telkom lainnya baru akan masuk ke kota ini. Solusi lainnya adalah internet dari Telkomnet Speedy yang harganya relatif mahal bagi orang sini jika digunakan untuk kebutuhan pribadi. Namun, warnet di Kupang kebanyakan menggunakan layanan Speedy ini.

Hal lain yang menarik perhatian adalah bentuk jalan di kota Kupang, khususnya di persimpangan. Dalam istilah saya, banyak bundaran di kota Kupang ini. Selain itu jalannya juga banyak tanjakan dan turunan, hal ini tampaknya disebabkan oleh bentuk geografis Kupang yang landai di bagian pantai dan cukup tinggi di tengah-tengah. Simbol kota Kupang juga cukup menarik perhatian, yaitu burung merpati di atas tangan yang terbuka, melambangkan perdamaian.

P1040724

Di Kupang, pasar induknya terletak di Oeba. Pagi-pagi pukul 5 pasar Oeba ini sudah ramai dengan aktivitas jual-belinya. Ada juga pasar ikan di Oeba ini, apalagi melihat lokasinya yang bersebelahan dengan pantai maka kesegaran ikannya dapat terjamin. Pemandangan pasar terapung di Oeba ini juga menarik, karena hanya dimiliki oleh wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai atau memiliki banyak sungai.

P1040695P1040698

Gedung-gedung pemerintahan di Kupang juga tertata dengan cukup rapi, karena hampir semuanya terletak di satu kawasan khusus. Apakah kondisi ini dapat memutus rantai birokrasi yang tak perlu? Beta belum mengetahui jawabannya.

P1040731

Pendidikan di Kupang masih tergolong yang terbelakang jika dibandingkan daerah lain di Indonesia. Walaupun demikian, sudah ada beberapa unviersitas yang besar dan ternama di Kupang ini, misalnya Undana. Wilayah kampus ini sangat luas, namun alangkah baiknya kualitas pendidikan di dalamnya juga terus ditingkatkan.

P1040710

Beberapa kekayaan alam NTT diantaranya seperti pasir putih, kayu cendana, atau kenari. Sedihnya, beberapa komoditas rupanya mengalami kelangkaan sehingga harganya menjadi sangat mahal. Contohnya,minyak dari kayu cendana dalam botol kecil sekitar 10 ml dihargai ratusan ribu rupiah. Kenari pun tidak lagi melimpah ruah di Alor, si Nusa Kenari. Wai, pemerintah NTT, ayo maksimalkan potensi NTT lebih lagi! Jika kekayaan alam terbatas, maka maksimalkanlah sektor-sektor lainnya. Misalnya saja dari sektor kebudayaan dan pariwisata, sasando dari NTT mungkin bisa menjadi pilihan juga!

P1040757

Beta Pi Kupang

Liburan panjang akhirnya tiba menyongsong pergantian tahun dari 2011 ke 2012. Setelah tahun lalu berkelana di negeri sakura, sedih rasanya bila liburan kali ini berlalu begitu saja. Namun untuk tahun ini saya ingin mengunjungi wilayah Indonesia terlebih dahulu. Akhirnya Kupang saya pilih sebagai pusat eksplorasi di NTT. Alasannya sederhana, saya memiliki teman Ko Fendy) di Kupang dan kota ini pun lokasinya strategis untuk mengunjungi lokasi-lokasi lainnya di wilayah NTT. Segera saya hubungi Ko Fendy yang sedang dalam misi melayani anak-anak muda di Kupang, dan syukurlah saya dapat menginap di tempatnya. Akomodasi selesai, yes!

Selanjutnya adalah transportasi. Perjalanan darat dan laut dicoret dari alternatif karena memakan waktu lama, sementara perjalanan kali ini dikhususkan untuk mengeksplorasi NTT saja, khususnya lokasi sekitar Kupang. Saat itu ada beberapa maskapai yang melayani tujuan Kupang yaitu : Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Lion Air, dan Batavia Air. Akhirnya saya memilih Batavia Air dengan pertimbangan harga murah, catatan penerbangan cukup baik, dan lebih fleksibel dalam penggantian tanggal terbang maupun pembatalan tiket. Tiket saya beli satu bulan sebelum keberangkatan tanggal 4 Januari 2012 dan kepulangan 12 Januari 2012. Saya membelinya melalui Jayaprima travel, namun sebenarnya tiket Batavia Air dapat dibeli secara online dan pembayaran menggunakan internet banking maupun kartu kredit.

Setelah merencanakan garis besar rencana perjalanan, maka pada 4 Januari 2012, berangkatlah saya dari Bandung ke Jakarta dengan Cipaganti Travel dengan tujuan Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Pukul 4 pagi, saya sampai di terminal 1C Soetta dan langsung check-in di counter Batavia Air. Pukul 05.30 boarding gate 6 dibuka, saya pun menuju pesawat Batavia Air yang segera akan membawa saya ke Kupang.

Pesawat terbang sesuai dengan jadwal selama tiga jam dari pukul 06.15-10.15 masing-masing menurut waktu setempat. Sekalipun hanya disuguhi dua roti bundar dan secangkir kopi, perjalanan dengan Batavia Air terbilang cukup baik. Cuaca saat itu baik, sekalipun sedang musim penghujan. Dilihat dari udara, gugusan hijau kepulauan NTT terhampar di depan mata dengan latar belakang langit biru cerah, sungguh indah. Jejak pertama saya di NTT ditandai dengan foto di depan tulisan bandara Eltari, Kupang. Selama seminggu ini, logat NTT mulai terasa dampaknya. Beta su pi Kupang! (saya sudah pergi ke Kupang).

P1040279

P1040284

P1040301